Rabu, 06 Juni 2012

Taken From Balipost Cetak

Superman Is Dead (SID)! Nama sebuah grup musik aliran punk rock di Bali. Adakah nama itu dipatok dengan tujuan menyindir arogansi manusia yang kian menjadi-jadi akibat rangsangan materialisme dan kemajuan sains serta teknologi? Tan hana wong swasta tinulus!

Tidak ada manusia yang benar-benar sempurna! Konon itu alasan utama, mengapa kumpulan kata yang cocok dijadikan kalimat pernyataan tersebut dijadian nama sebuah kelompok band. Bisa jadi SID merupakan antitesa atas pernyataan Nietzsche yang ketika masih sehat, kuat dan perkasa berteriak ''The God is dead!''. Sekaligus menyindir perilaku manusia-manusia sekarang!

RUBAG secara samar masih ingat kisah hidup tokoh eksistensialisme Nietzsche (1844-1900). Ketika masih muda dan otaknya yang encer dipenuhi idealisme mengubah dunia, lewat gagasan dan tulisannya yang berbentuk aforisme. Dia mengejek masyarakat sekitarnya yang menggantungkan nasib mereka pada suatu kekuatan yang berada di luar diri mereka. Manusia, kata dia, harus mengandalkan kekuatannya sendiri dalam meraih cita-cita. Karena itu, Nitezsche sangat benci pada orang-orang lemah yang selalu mengadu pada Tuhan yang tidak pernah dikenalnya, saat menghadapi berbagai rintangan. Rupanya, paham seperti ini yang dipakai Hitler, Himler, Lenin, Stalin hingga Pol Pot dan sekarang tetap berlanjut. Bau anyir darah, lolong kesakitan akibat penyiksaan tetap mewarnai panggung tragedi dunia.

Nitezsche yang menjunjung kekuatan fisik sebagai penopang utama eksistensi manusia, justru mati tragis akibat batin terluka. Ketika fisiknya digerogoti usia, seorang sais pedati membantingnya ke parit hingga semaput. Itu lantaran dia mencengkram kerah baju si sais, yang melecuti kuda tuanya dengan cambuk berkali-kali, gara-gara bintang malang tersebut tidak kuat lagi menarik beban sarat pedati, sehingga terperosok ke parit.

Entah kasihan atau karena pertimbangan lain, nabi eksistensialisme tersebut bertindak bagai pahlawan tanpa menyadari fisiknya yang sudah ringkih. Karena peristiwa tragis tersebut, selama dua tahun menjelang akhir hayatnya tokoh yang pernah belajar teologi dan juga pakar filologi tersebut mengalami neurosis atau sakit jiwa berat. Mungkin dia menyesal dan baru sadar, bahwa superman tidak bisa mengganti kedudukan Tuhan dalam mejaga ketertiban dan kedamaian dunia. Ironisnya, Rubag melihat sekarang ini muncul banyak superman di berbagai bidang kehidupan, yang ingin mengubah dunia sesuai konsep di benaknya. Mereka menggambar konsep dunia damai, tenteram dan tertib di otak masing-masing. Agar konsep tersebut didengar dan didukung banyak pengikut, mereka berlomba meraih harta dan tahta. Berbeda dengan Neitzsche yang hidup pada abad ke-19, meskipun kapitalisme sudah tumbuh jadi imperialisme dan kolonialisme, namun paham materialisme belum merata seperti sekarang. Malah paham supermanisme diperkenalkan pengikut-pengikutnya, Martin Heidegger, Kierkegaard, Paul Sartre dan eksistensialis lain yang bergabung ke komunisme dan fasisme, puluhan tahun setelah Nietzsche meninggal.

Hingga sekarang pun para pengikut eksistensialisme tetap bergantayangan, walaupun banyak yang tidak berani mengaku terang-terangan, namun tindakan mereka mengutamakan kekerasan dan kekejaman sebagai langkah penyelesaian setiap masalah, menjadi bukti. Malah ada yang mengomentari secara guyon, "Banyak orang mengaku beragama, namun sayang mereka tidak ber-Tuhan!". Artinya, mereka lebih atheis dibanding Neitezsche dan Karl Marx.

***

Ayat-ayat suci banyak diobral saat ini, namun diambil sepotong-sepotong dan dipilih untuk membenarkan setiap tindakan. Teologi pembenaran! Mirip seperti Nietzsche menulis gagasan-gagasannya dengan gaya aforisme, yakni rangkaian kalimat yang membentuk paragraf, namun tidak menunjukkan keterkaitan antara gagasan yang satu dengan lain yang ditulis sebelum atau sesudahnya. Padahal buku suci merupakan satu kesatuan yang mengandung bermacam-macam nilai, yang ayat-ayatnya tidak boleh bertentangan satu sama lain.

Akibat pemahaman aforistik dengan tujuan membenarkan tindakan sendiri, maka dunia dan masyarakat tidak pernah luput dari gayut-gemayut konflik. Itu tidak saja terjadi di khasanah agama dan tradisi, malah meruyak ke wilayah politik, hukum dan kekuasaan. Celakanya, akibat tindakan superman yang memonopoli kebenaran, banyak orang yang dianggap bertindak tidak sesuai dengan gambaran kebenaran di otak sang superman, diberangus, dibelenggu bahkan kalau mungkin dijebloskan ke hotel prodeo.

Padahal dalam perjalanan kehidupan berbangsa dan bernegara, sudah teramat sering terjadi perubahan konstelasi politik dan kekuasaan, sehingga orang-orang yang tadinya sangat berkuasa menjadi lemah dan diisolasi masyarakat atau kalau pinjam istilah bahasa Bali yang agak vulgar, dianggap cicing berung, ketika warna kekuasaan berganti. Gandek Nica, PKI atau komunis dan Orba merupakan stigma yang membuat the superman is dead.

Fenomena ini seharusnya menjadi pelajaran bagi setiap orang yang mencuat popularitas maupun karirnya, apalagi menjadi penentu dalam berbagai kebijakan. Sebab kebijakan yang dianggap benar dalam suatu zaman menjadi semacam kezaliman pada era berikutnya dan pembuatnya dianggap mahluk yang menjijikkan dan harus dijauhi. Untuk urusan ini, Rubag sepaham dengan Nietzsche yang berpendapat bahwa kebenaran adalah kumpulan ilusi dan tidak bersifat absolut. Kebenaran, kata dia, adalah semacam kekeliruan, yang tanpanya kita tidak bisa hidup. Ketika kebenaran menjadi absolut, sambungnya, kita harus meninggalkannya.

Sekarang di negara yang sebentar lagi berusia 58 tahun ini, kebenaran dan ketidakbenaran, kebaikan dan kemurtadan sudah berwarna abu-abu. Bercampur seperti pasir putih dan hitam yang diaduk terus menerus, sehingga sulit dikenali warna aslinya. Bila muncul superman, dia tidak lagi cocok mengenakan kostum warna biru cerah berjubah merah darah, tapi lebih pas berwarna abu-abu dengan lambang huruf "D" di dadanya. "D" bisa berarti dead atau dodol yang bermakna pecundang. Sebab lumpur tebal pesimisme bercampur skeptisme sudah terlanjut menciprati tubuh dan batin masyarakat. Mereka nyaris sudah tidak percaya lagi pada para superman yang mengaku antikorupsi, antinarkoba, antijudi, antipelacuran dan bermacam-macam anti yang lainnya. Sebab ketidakjujuran hati sering ngimpet di balik kejujuran kata-kata. Tindakan mulia sering dicurigai menyimpan maksud yang bermuara pada kepentingan pribadi.

Tidak terlalu berlebihan bila seorang profesor emiritus sebuah PTS meragukan keberhasilan sebuah kelompok intelektual yang menyebut diri mereka "Gerakan Jalan Lurus". Sebab, kondisi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara kian berwarna abu-abu, dimana yang salah jadi benar, sementara yang benar jadi salah. Lihat hukum dan keadilan! Periksa kondisi sosial, politik, ekonomi dan budaya! Koruptor kakap tetap tegak dengan kemuliaannya, karena hasil curiannya mampu menghidupi para pendukung serta keluarganya.

Narkoba yang di berbagai kesempatan diteriaki, ternyata peredarannya kian merata di masyarakat. Lalu, bisakah orang-orang berjalan lurus, kalau penyimpangan-penyimpangan yang berkelok dan curam menghadang? Tak salah juga kalau sang profesor berkilah. "It is hard to belive facts!". Sebab, fakta disulap jadi abstraksi, sedangkan imajinasi dijadikan kebenaran karena dibalut kaidah-kaidah hukum.

Para saat ini, yang paling mudah diberantas adalah judi kecil-kecilan dan pelacuran kelas comberan. Mirip gerakan air dari hulu ke hilir, yang selalu mengalir ke tempat yang lebih rendah. Karena kedua jenis dari belasan macam penyakit masyarakat itu sajalah yang paling mudah ditangani, sedangkan yang kelas kakap untuk sementara diabaikan. Terlampau banyak alasan yang bermuara pada kekhawatiran. Khawatir mereka punya banyak uang untuk menyulap kecurangan jadi kebajikan. Khawatir mereka punya jaringan tingkat tinggi yang kalau marah lalu membeking jaringan yang dirusak membuat superman jadi supermie. Kalau sampai begitu, Rubag hanya bisa mengucapkan, "Requiem aeternam Superman! Semoga Superman beristirahat dalam kedamaian abadi!".

* Aridus
Superman Is Dead on Facebook

Tidak ada komentar:

Posting Komentar