Selasa, 31 Juli 2012

Rumah di Seribu Ombak, Debut Jerinx S.I.D di Dunia Film




Setelah sukses berkarir di industri musik sebagai penabuh drum di grup band rock Superman Is Dead (S.I.D), kini Jerinx mulai melebarkan sayapnya ke dunia seni peran, lewat film keluarga terbaru yang berjudul Rumah di Seribu Ombak.

Rumah di Seribu Ombak merupakan film hasil adaptasi novel laris karangan Erwin Arnada yang berjudul serupa, dimana di layar lebar tersebut Jerinx mendapat peran kecil sebagai Ngurah Panji. Bagi cowok bernama asli I Gede Ari Astina ini, dunia musik dan film bisa berjalan bersamaan asalkan fokus dalam pembagian waktunya.

"Saya nggak harus memilih antara musik dan film, saya pikir keduanya tetap bisa dijalanin asalkan bisa fokus untuk mengatur waktunya aja. Jadi bukan berarti saya main film saya akan berhenti bermain musik, begitupun sebaliknya," ujar Jerinx, saat jumpa pers film Rumah di Seribu Ombak di XXI Epicsentrum, Kuningan, Jakarta Selatan (15/7).

Proses keterlibatan Jerinx di film tersebut bisa dikatakan datang secara tidak sengaja. Jerinx yang cukup lama mengagumi visi dari Erwin, tiba-tiba langsung mendapat tawaran bermain film setelah keduanya baru berkenalan. Tidak hanya terlibat sebagai pemain, Jerinx dan Superman Is Dead juga ikut andil dalam soundtrack film tersebut yang berjudul 'Kuat Kita Bersinar'.

"Saya suka naskahnya karena punya visi yang bagus. Kenapa saya ambil tawaran ini ya karena saya ingin terlibat di sebuah proyek yang memiliki visi pencerahan," tambahnya.

Film Rumah di Seribu Ombak mengisahkan tentang 2 orang sahabat di Singaraja, Bali, yang selalu mempertahankan jalinan erat pertemanan mereka meskipun memiliki keyakinan, bahasa, permasalahan dan kondisi ekonomi yang berbeda.

"Semoga pesan dari film ini bisa diserap oleh penonton dimana kita harus bisa menghargai perbedaan sekaligus membuat perubahan positif di daerahnya masing-masing," tutupnya.

Rumah di Seribu Ombak yang dibintangi oleh Lukman sardi, Risjad Aden, Andania Suri, Dedey Rusma, Riman Jayadi, Andre Julian, Bianca Olsen dan Tania Grace, dijadwalkan rilis pada bulan Agustus 2012.

Sumber : http://www.21cineplex.com/
Readmore.....

Jerinx Superman Is Dead manusia serba bisa

Siapa sangka pemuda yang mempunyai tato banyak dan juga penggebuk drum band punk rock bernama Superman Is Dead ini juga mempunyai hobi menulis yang tak disangkanya. I Gede Ary Astika atau dikenal Jerinx telah menulis novel pendek pertamanya yang berkolaborasi dengan Djenar Maesa Ayu berjudul Kulkas Dari Langit.

"Saya dengan Mbak Djenar (Maesa Ayu) kenal dari twitter. Dia ke Bali terus anaknya minta bikin tato, di situ dia menawarkan untuk bikin cerpen," paparnya saat ditemui di Kantor Sony Music, Jl. Johar Menteng, .

Jerinx yang juga menulis lirik lagu di Superman Is Dead mengalami kesulitan saat menulis novel. Dia menilai bahwa menulis novel sangat lah susah.

"Lebih susah bikin cerpen daripada bikin lirik lagu. Mungkin karena saya belum pernah," ujarnya.

Tak ingin menyerah dan seakan mendapatkan hal baru, Jerinx berkeinginan untuk membuat sebuah buku. Namun dia berkeinginan untuk membuat perusahaan percetakan terlebih dahulu.

"Ada rencana untuk bikin buku, tapi kayaknya saya harus bikin perusahaan percetakan dulu, karena tulisan saya enggak ada yang mau nyetak," tukas penggemar Social


Jerinx Superman Is Dead

Sukses di band membuat drummer Superman Is Dead (SID) Jerinx berkeinginan untuk mencoba dunia baru seperti bermain di film. Jerinx menuturkan bahwa beberapa tawaran film atau FTV menghampiri SID namun personel lain menolaknya.

"Film sebagai orang lain, bukan sebagai anak band, saya sih mau tapi yang lain menolak (Bobby dan Eka)," ujarnya saat dijumpai di Kantor Sony Music, Jl. Johar Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (27/1).

Dalam film yang tak disebutkan oleh Jerinx, ia mendapatkan peran yang menurutnya sangat gampang sekali. Dia juga tak perlu berlatih akting sama sekali mengenai perannya ini.

"Berperan jadi berandalan yang jatuh cinta sama janda, gampang lah, enggak perlu akting," paparnya sambil tertawa
Kabar Ini dari Kapanlagi.com
Readmore.....

SID: Kami Dapat Fans Baru

 http://assets.kompas.com/data/photo/2010/10/04/1100082620X310.jpg
JAKARTA, KOMPAS.com -- Empat grup yang sudah punya nama--Lifehouse dari AS dan Rivermaya dari Filipina serta Superman is Dead atau SID dari Bali dan Pure Saturday dari Bandung--telah menghibur kira-kira 3.000 penonton berusia 21 tahun dalam konser perayaan Arthur's Day di Jakarta pada 4 Desember 2010 malam. Sebagian besar dari pemegang tiket Rp 250.000 itu menanti Lifehouse dan Rivermaya. Tapi, bukan berarti grup-grup dalam negeri SID dan Pure Saturday tak mampu "menaklukkan medan" malam itu.  

Arthur's Day, 24 September, merupakan peringatan dan perayaan mengenai eksistensi Arthur Guinnes (1725-1803) dan para pewarisnya sebagai pengusaha bir Guinness sekaligus dermawan melalui Arthur Guinness Fund. Peringatan dan perayaan itu diadakan untuk pertama kali pada 24 September 2009, 250 tahun setelah pada 1759 Arthur menandatangani kontrak di St James' Gate Brewery, Dublin, yang menandai lahirnya perusahaan bir Guinness.

Pada 24 September 2010, mulai pukul 17.59 waktu setempat (merujuk ke tahun 1759), peringatan dan perayaan tersebut digelar di Dublin, Chicago (AS), dan Kuala Lumpur (Malaysia). Sabtu (4/12/2010), mulai pukul 17.59 WIB, acara itu diselenggarakan di Oval Plaza, Epicentrum Walk, Kuningan, Jakarta. Jakarta menjadi kota terakhir.

Tontonan musik menjadi penarik publik untuk ambil bagian dalam acara tersebut. Sambil melangkah masuk ke tempat acara itu mulai pukul 16.00 WIB, para penonton dihibur oleh B'Boy dan Beat Box Break Dance di Performance Area.

Setelah itu, Mini Stage di dalam gedung menjadi tempat beraksi delapan dari 10 finalis lomba band Bold Chemistry, yang telah diadakan di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Medan, dan Makassar oleh perusahaan bir tersebut. Kedelapan grup itu adalah Sister Morphin dan Medium (Yogyakarta); Tricks (Bandung); Artikel dan Bluemint (Medan); dan Brown Band, Chalysta, dan Small Band (Makassa). Pendaftaran para peserta hingga penjurian final kontes tersebut berlangsung pada 2009-2010. 
Di Mini Stage pula, pada pukul 17.59 WIB dimulai acara peluncuran album kompilasi dengan format CD yang berisi 10 lagu karya sendiri dari 10 finalis Bold Chemistry tersebut. Musik mereka beragam--dari pop rock hingga yang nge-blues. Acara peluncuran album itu juga menandai dimulainya acara Arthur's Day 2010.  

Dua grup lagi, yaitu Kalih (Yogyakarta), yang menjadi Juara I Bold Chemistry, dan Cola Float, Juara II, tampil masing-masing selama 15 menit di Main Stage sebelum Pure Saturday manggung mulai kira-kira pukul 19.15 WIB selama 45 menit.

Pure Saturday--terdiri dari Muhammad Suar Nasution (vokal dan gitar), Aditya Ardinugraha (gitar), Arief Hamdani (gitar), Ade Purnama (bas), dan Yudistira Ardinugraha (drum)--menyajikan lagu-lagu lama dan baru. Mereka juga menghadirkan Olla Zein, vokalis dan pemain keyboard tamu untuk satu lagu.

Sesudah Pure Saturday, SID,  yang terdiri dari Bobby Kool atau I Made Putra Budi Sartika (vokal dan gitar), Eka Rock (bas dan vokal), dan Jerinx (Jrx) atau I Gede Ari Astina (drum), dengan punk rock yang keras dan kencang, menyuguhkan lagu-lagu antara lain "Luka Indonesia", "Saint of My Life", "Kuat Kita Bersinar", dan "Jika Kami Bersama". Di awal lagu "Jika Kami Bersama", SID memasukkan lagu "Kemesraan", karya Franky Sahilatua dan Johny Sahilatua. 

Lagu kalem mereka dalam 45 menit itu hanya satu--"Lady Rose". Lagu tersebut dibawakan oleh Jrx dengan bernyanyi dan bergitar, didukung oleh seorang rekan bermusiknya dari Bali.

Dari kira-kira 3.000 penonton konser Arthur's Day, sebagian besar merupakan fans Rivermaya dan Lifehouse. Sambutan mereka amat hangat kepada dua band luar negeri itu. Mereka sangat bersemangat ikut bernyanyi, berjingkrak, bertepuk tangan, dan menjerit histeris.

Sebaliknya, hanya sebagian kecil penonton yang memang penggemar Pure Saturday dan SID. Namun, dua grup Tanah Air tersebut tetap saja bisa "menaklukkan medan", meskipun sambutan bagi mereka tak seheboh kepada Rivermaya dan Lifehouse.      

Melihat kebanyakan penonton kalem pada awal pertunjukan SID, Eka menyemangati mereka. Dari pentas Eka berseru bahwa mereka tergolong penonton yang tidak biasa, kelewat kalem, untuk sebuah konser SID. "Padahal, kalian peminum bir kan," lanjut Eka, dengan canda, mengingat konser tersebut digelar oleh perusahaan bir.

Sebagian dari mereka kemudian mulai turut berjingkrak dan bertepuk tangan. "Sepertinya SID banyak dapat fan baru malam ini," kata Jrx dalam SMS yang dikirimnya kepada Kompas.com sehabis manggung.   

sumber : kompas.com
Readmore.....

SID: Tak Ada Groupies Masuk Kamar Hotel



YOGYAKARTA, KOMPAS.com -- Band Superman Is Dead (SID) dari Bali menjadi bintang dalam konser Pre-event Java Rockin'land 2010, Sabtu (2/10/2010) malam di pelataran Monumen Jogja Kembali (Monjali), Yogyakarta.
The Outsiders, sebutan untuk para pria penggemar SID, berulang kali mengelu-elukan nama personel SID, yakni Bobby Kool (vokal dan gitar), Eka Rock (bas), dan Jerinx (drum) dalam konser yang juga menampilkan grup-grup Bagaikan (Yogyakarta), The Brandals (Jakarta), dan Social Code (Kanada) itu. Tak hanya oleh para lelaki, SID juga  disukai oleh para perempuan. Lady Rose, begitu sebutan untuk para wanita penggemar mereka.
Di antara mereka ada sejumlah remaja putri yang berdesak-desakan hingga terhimpit oleh para penonton lainnya. Mereka berwajah cantik dan berkulit bersih. Mereka ternyata tidak hanya  menonton aksi SID di panggung. Seakan kurang puas dengan 14 lagu yang disajikan oleh SID, mereka juga msuk ke wilayah belakang pentas dan tenda khusus untuk SID. Tujuan mereka, ingin dekat dengan para pemusik pujaan mereka.
Eka, pemain bas SID, mengaku bahwa hampir tiap hari ada saja perempuan yang mendatangi dirinya, Bobby, dan Jerinx. Mulai dari hanya untuk meminta tanda tangan dan berfoto bersama hingga mengajak jalan. "Yang bermaksud seperti itu banyak, setiap hari ada saja yang datang. Kadang mereka mengajak jalan," cerita Eka ketika ditemui di sela konser Pre-event Java Rockin'land 2010 di Yogyakarta.
Namun, SID menetapkan aturan main yang ketat untuk menangani para penyuka mereka. "Dari dulu kami enggak pernah berada pada situasi memanfaatkan groupies untuk kepentingan pribadi kami. Enggak pernah ada groupies yang masuk ke kamar hotel dan cewek yang dibuka bajunya," tegas Eka, yang disepakati oleh Bobby dan Jerinx.

sumber : kompas.com
Readmore.....

Superman is Dead: Bencong Kok Enggak Ikut?

 http://assets.kompas.com/data/photo/2008/06/25/184317p.jpg
JAKARTA, RABU - Menurut grup punk rock terkenal dari Bali Superman is Dead (SID), mengapa tidak para bencong atau banci diberi kesempatan untuk ambil bagian dalam pergelaran budaya itu?
SID--terdiri dari Bobby Cool, Eka Rock, dan Jerinx--merupakan salah satu band dari luar Jakarta yang bakal tampil dalam UrbanFest 2008, yang akan digelar pada 28-29 Juni mendatang. Memang, tak hanya grup-grup Jakarta yang bakal menggoyang Pantai Carnaval, Taman Impian Jaya Ancol (TIJA), tempat festival tersebut. "Ada 23 band yang akan tampil di panggung utama dan selebihnya di panggung-panggung jalanan di area UrbanFest, untuk unjuk kebolehan, keunikan, dan keunggulan, dengan identitas masing-masing," kata Ketua Panitia Penyelenggara UrbanFest 2008, Nugroho Ferry Yudho, Rabu lalu (25/6), pada acara jumpas pers perhelatan itu di TIJA. "Mereka punya penggemar sendiri-sendiri," lanjutnya.
Selain Nidji, sebut saja akan tampil RAN, Burger Kill, dan SID. SID mengatakan, membandingkan dengan berbagai festival musik lain di dalam dan luar negeri yang pernah mereka ikuti, UrbanFest 2008 memiliki materi yang cukup bagus, di samping mengapresiasi kreasi anak muda. "Cuma, ada yang belum diberi ruang, seperti para bencong. Di luar negeri ada kontes bencong, mengapa di UrbanFest belum diberi kesempatan?" kata grup itu lagi.
Dalam UrbanFest 2008, SID tidak hanya akan menjajal kemampuan bermusik, tetapi juga ikut berkampanye menyelamatkan bumi, mengurangi gas emisi, dengan cara bersepeda. "Personel Superman is Dead dari Bali akan membawa sepeda dan, sebelum naik panggung, kami akan mengitari arena bermain musik dengan bersepeda. Ya, itulah cara kami," ujar band tersebut.

sumber : kompas.com
Readmore.....

Keris Hanoman di Betis Jerinx "SID"

 http://assets.kompas.com/data/photo/2010/12/19/1344026620X310.jpg
JAKARTA, KOMPAS.com — Tato keris Hanoman menjadi koleksi mutakhir tato pada tubuh Jerinx (33) alias JRX, penggebuk drum grup punk rock dari Bali, Superman Is Dead (SID). Pria yang acap kali bertelanjang dada ketika beraksi di belakang set drum miliknya itu memilih mengguratkan tato keris Hanoman pada betis kanannya.
"Ini baru, setelah wawancara waktu itu (wawancara dengan Kompas.com awal 2010 di Jakarta)," cerita JRX sebelum manggung bersama dua personel lain SID, Bobby Kool (vokal dan gitar) dan Eka Rock (bas dan backing vocal), dalam pergelaran 1000 Bands United 2010, Sabtu (18/12/2010) malam di Cibubur, Jakarta Timur.
JRX, yang tak mau asal-asalan membuat tato, kali ini memilih seni tato khas Mentawai untuk melengkapi koleksi tatonya. Yang menggarapnya adalah seorang seniman tato khas Mentawai di Bali. "Saya memang suka keris dan tato ini keris Bali yang gagangnya Hanoman. Saya sengaja pilih tato Mentawai yang khas," urai pemilik nama lahir I Gede Ari Astina ini.

sumber : kompas.com
Readmore.....

Minggu, 29 Juli 2012

Orang Bule Ketahuan 'Bajak' Baju Superman Is Dead

JAKARTA - Superman Is Dead memergoki orang bule yang 'membajak' kaos mereka. Bule yang merupakan warga Australia itu kedapatan mengenakan kaos Superman bajakan bukan yang asli.

Vokalis Superman Is Dead (SID), Bobby menceritakan, beberapa waktu lalu mereka tampil di negeri Kangguru, Australia.

"Saat itu ada bule yang datang ke konser kita sambil mengenakan kaos SID, tapi bajakan," ungkap Bobby dalam jumpa persnya di Prost Cafe, Kemang, Jakarta, Selasa (19/5/2009).

Kemudian, mereka pun menanyakan dari mana bule itu mendapatkan kaos tersebut. Ternyata, dia membeli kaos tersebut di Jakarta.

Selain tampil di sana, Superman juga membuat video klip dari lagu God Bye Whisky. Setelah itu, banyak permintaan agar mereka tampil kembali di sana. "Kita pernah dijadwalkan dalam festival yang bisa dibilang terbesar di Australia. Namun, karena kedekatan dengan final football di sana, makanya dicancel," ungkapnya.

sumber : okezone.com

Readmore.....

Jerinx "SID" Perankan Ngurah Panji di Film Rumah di Seribu Ombak

Eka Rock (kiri), Bobby Kool (tengah), dan Jerinx (Foto: Sony Music)
Eka Rock (kiri), Bobby Kool (tengah), dan Jerinx (Foto: Sony Music)
JAKARTA - Kabar menggembirakan bagi para penggemar Superman Is Dead (SID) yang akrab di panggil Outsiders (penggemar pria) dan Lady Rose (penggemar perempuan) karena salah satu personel SID, Ari Astina dengan nama panggung Jerinx main di debut filmnya berjudul Rumah di Seribu Ombak.

Film ini mengisahkan perjalanan seorang pria asal Singaraja, Bali yang sukses menjadi atlet selancar nasional. Jerinx memerankan tokoh Ngurah Panji di film ini.

Pengalaman pertamanya berperan dalam sebuah film, tampaknya Jerinx, drummer band Superman Is Dead siapp beralih profesi sebagai seorang aktor. Jerinx di daulat memerankan tokoh Ngurah Panji dalam film Rumah di Seribu Ombak yang digarap sutradara Erwin Armada.

Jerinx sangat tertarik terlibat di film ini karena satu alasan.

"Karena ceritanya bagus saya mau. Ini misi pencerahan. Saya harap ini menginspirasi orang untuk berbuat sesuatu untuk daerahnya," ucap Jerinx di acara premier film Rumah di Seribu Ombak, Epicentrum, Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu (15/7/2012)

Meski menggeluti dunia baru, namun dirinya mengaku tidak akan meninggalkan band SID yang telah membesarkan namanya itu sejak tahun 1995 itu. Ia pun berniat untuk menjalani profesi barunya beriringan dengan karir sebagai penabuh drum.

"Saya dua-duanya enggak masalah yang penting bisa mengatur waktu dengan SID," tandasnya.

sumber :  okezone.com
Readmore.....

Sabtu, 21 Juli 2012

SID Sebut Fans Sebagai 'Perpanjangan Lidah'

 SID/ Istimewa
Sebagai sebuah band, Superman is Dead (SID) memiliki penggemar tersendiri. Bahkan, penggemar mereka tidak hanya sebatas di daerah asalnya, Bali. Namun, tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Fans mereka biasa dipanggil 'Outsiders' bagi penggemar pria, dan 'Lady Rose' untuk fans perempuan.
Nah, band berisikan Bobby Kool, Eka Rock dan JRX ini menganggap mereka sebagai penyemangat dan 'perpanjangan lidah'.

"Kalau Presiden penyambung lidah rakyat, fans SID adalah perpanjangan lidah kita," ujar salah satu personil SID, Eka Rock kepada TNOL di Denpasar. Dengan begitu, kata Eka, fans membuktikan sebuah band ada. Sebuah band pun harus bertanggung jawab terhadap apa yang dinyanyikan serta dilakukan.

Band harus memberi contoh baik kepada para fansnya. SID pun membuat kegiatan-kegiatan bermanfaat bagi lingkungan sekitar dengan mengikutsertakan fansnya. Mereka melakukan aksi bersih-bersih pantai di Pulau Dewata sebulan sekali.
Tak hanya fans di daerah tersebut yang menjalankannya. Fans dari tempat lain juga mengikuti jejak mereka. Mereka membersihkan lingkungan dari sampah plastik. Agenda pembersihan tergantung dari wilayah masing-masing.
"Daerah lain punya agenda tersendiri, selain itu mereka sering ke panti-panti asuhan," terang Eka. Disamping peduli terhadap lingkungan, SID juga selalu mengumandangkan 'save orang utan' dan pluralisme.

Dalam waktu dekat mereka akan menggelar konser di Bogor. Menurut Eka, konser ini merupakan 'hutang' mereka yang belum terbayar.
"Tanggal 21 Januari mendatang kita akan konser, ini 'hutang' konser kita," ucap Eka. Berdasarkan rencana, mereka akan menyanyikan lagu dari album pertama hingga terakhir. Mereka akan tampil sekitar satu sampai dua jam
sumber : tnol.co.id
Readmore.....

Superman Is Dead: Kami Lahir untuk Melawan Penyeragaman

 Aksi Superman Is Dead dalam panggung #BedaIsMe

"Kita besar di lingkungan yang mendukung keberagaman."

Meski sudah lama terlibat dalam gerakan-gerakan yang menyuarakan indahnya perbedaan yang dimiliki bangsa Indonesia, namun baru belakangan ini Superman Is Dead terlihat sangat tanggap dan lebih serius dalam mendukung gerakan-gerakan tersebut seperti salah satunya #BedaIsMe yang menyuarakan tentang keadilan hak asasi manusia dan mempertahankan keberagaman yang ada di tanah air.

"Sekarang kita lihat banyaknya informasi yang ada di media lebih banyak. Kenapa kita tanggap, kita merasa ini sudah tidak sesuai dengan sesuatu yang ideal terhadap sebuah bangsa yang majemuk. Alasan menyuarakan ini bukan karena disengaja tapi karena terlahir untuk melawan penyeragaman, kita besar dalam lingkup di Bali yang sempit itu untuk mencoba menghargai manusia tanpa melihat agama, tanpa melihat cara dia beragama," tutur Jerinx selaku penabuh drum grup Superman Is Dead saat ditemui di tengah-tengah acara Malam Puncak #BedaIsMe di kawasan Taman Ismail Marzuki, Jakarta Minggu malam (10/6).

Meski peduli dengan keadaan yang terjadi belakangan ini dan coba memperjuangkan ketidakadilan lewat musik mereka, Jerinx mengaku tak keseluruhan lagunya berbicara tentang perbedaan.

"Karena kita kan juga manusia dan manusia punya banyak sisi hidup bukan cuma perihal kesengsaraan dan segala macam. Tapi kalau ditanya apa kita punya komitmen, ya kita punya," papar Jerinx

"Kita besar di lingkungan yang mendukung keberagaman. Dan kalau kita menyerah sama kekerasan yang mengatasnamakan agama itu berarti kita sudah tidak menghargai diri kita sendiri juga," pungkas Jerinx.
Readmore.....

Superman Is Dead Suarakan Keberagaman Melalui Lagu

Salah satu aksi panggung Superman is Dead

 










"Penting, karena hidup dalam masyarakat yang majemuk."

Sebagai band yang peduli dengan keberagaman yang dimiliki bangsa Indonesia, Superman Is Dead coba menyampaikan hal tersebut lewat lagu-lagu yang mereka mainkan.

Namun rupanya apa yang coba mereka sampaikan tak selalu bisa diterima oleh para pendengar musik mereka.

"Pernah kita mengalami hal yang kontradiktif, ada yang tidak mengerti visi misi kita. Sempat kita dilemparin," kata Bobby Kool selaku vokalis sekaligus gitaris SID saat ditemui di tengah-tengah acara Malam Puncak #BedaIsMe di kawasan Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat Minggu malam (10/6).

"Setelah kita memberikan penjelasan baru mereka mengerti yang kita suarakan, bahwa menghormati Bhinneka Tunggal Ika, menghargai perbedaan. Sangat dekat korelasinya dengan musik yang kita buat," tambah Bobby.

Para personel band asal Bali tersebut melalui Bobby mengatakan bahwa perbedaan yang dimiliki bangsa Indonesia harus dipertahankan. "Penting, karena hidup dalam masyarakat yang majemuk, dimana perbedaan itu harus dikedepankan," tutur Bobby.

"Apapun itu sengaja atau tidak disengaja, (kebersamaan dalam perbedaan) harus disuarakan," pungkasnya.
Readmore.....

Sabtu, 14 Juli 2012

Superman Is Dead Peduli Lingkungan

"Ini kota Solo, bukan kota sampah," kata gitaris/vokalis Bobby Kool, Jumat sore, 23 Oktober 2009, di depan Stadion Manahan, Solo. Malam harinya, mereka dijadwalkan manggung di Stadion Sriwedari, dalam konser Get Rock! bersama The S.I.G.I.T. Tapi, setelah soundcheck, Outsiders—sebutan untuk para penggemar SID—menghubungi mereka untuk melakukan aksi pemungutan sampah plastik.

"Ini inisiatif Outsiders. Mereka yang mengontak kami. Tadinya mau menanam pohon, tapi karena waktunya mepet, ya jadinya ini aja, ngebersihin sampah," kata Lia Pasaribu, manajer SID.

Puluhan Outsiders berkumpul di depan pusat jajanan yang ada di salah satu sudut Stadion Manahan, sebagian dari mereka membawa sepeda low rider—jenis sepeda yang juga sering dipakai oleh para personel SID dan dibawa ke panggung.

"Mereka ngadaptasi aksi kami di Bali. Waktu itu kan pernah mungutin sampah di pantai, karena di sini nggak ada pantai, jadi ya mungutin sampah di jalan aja," kata drummer Jerinx.

Dari pusat jajanan, SID dan Outsiders menyusuri beberapa ratus meter sepanjang Jalan Adisucipto yang ada di depan Stadion Manahan. Beberapa keranjang sampah dari bambu, disediakan untuk menampung sampah-sampah plastik yang mereka temui. Tak sedikit di antara remaja yang berjalan kaki mengikuti rombongan itu, sibuk mengambil gambar dengan kamera digital maupun kamera telepon genggam. Tapi, setiap permintaan foto bareng, selalu tak dikabulkan. "Pungutin sampahnya aja dulu ya, nanti fotonya setelah beres," kata bassis Eka Rock, kepada beberapa orang yang berkali-kali meminta foto.

Setelah kira-kira berjalan beberapa ratus meter, mereka berkumpul di depan salah satu pintu masuk stadion. Waktu menjelang malam, SID harus segera bersiap-siap tampil. Outsiders Solo dikumpulkan, duduk bersila di depan Jerinx, Bobby dan Eka.

"Yang kita lakukan sekarang, memang belum bisa langsung membawa perubahan pada Solo. Tapi, kalian jangan selalu bergantung pada pemerintah. Mulailah dari diri sendiri. Kalau kalian merokok, dan nggak ada tempat sampah, puntung rokoknya simpan dulu di kantong, sampai kalian nemu tempat sampah," kata Jerinx, sambil menunjukkan beberapa puntung rokok dari dalam saku celananya, "sampaikan juga pada teman kalian, supaya jangan membuang sampah sembarangan. Kalau kalian belanja, dan nggak perlu pake plastik, jangan minta kantong plastik. Kalau beres nge-charge handphone, cabut chargernya supaya menghemat listrik."

Para Outsiders yang dari wajahnya terlihat sebagian besar masih berusia remaja—kira-kira SMP dan SMA, sebagian malah masih memakai seragam Pramuka—manggut-manggut mendengar ucapan Superman Is Dead. Selama kira-kira lima belas menit, mereka mendengar pesan-pesan soal pentingnya menjaga kebersihan lingkungan. Kegiatan sore itu, ditutup dengan sesi foto bersama.

sumber: http://rollingstone.co.id/read/2011/02/08/181710/1563236/1093/superman-is-dead-peduli-lingkungan
Readmore.....

Superman Is Dead, Shaggydog, BIP Bersatu di Tasikmalaya

“Tasik memang asyik!” Itulah jargon andalan yang kerap dikatakan oleh para pengisi acara, mulai dari Heru Wahyono sang vokalis Shaggydog hingga Irfan “Ipang” Fahri Lazuardy dari BIP, pada Sabtu malam (3/4) lalu di Tasikmalaya di acara Ifest Music Festival 2010 yang diselenggarakan oleh Fame Media Entertainment dan juga Indosat.
Berlokasi di Lapangan Udara Wiriadinata yang telah disulap menjadi sebuah venue musik yang massive, Ifest Music Festival 2010 ini diisi oleh empat buah band besar dari tanah air yang masing-masing memiliki warna musiknya sendiri dan fanbase yang loyalitasnya tidak perlu diragukan lagi; Gangstarasta, Shaggydog, BIP, dan Superman is Dead.

Gangstarasta mendapat bagian untuk membuka acara ini 30 menit setelah waktu Isya tiba di Kota Santri. Band yang telah berdiri sejak tahun 2001 dan baru merilis album perdananya di tahun 2009 ini membawakan enam lagu bernafas reggae lengkap dengan lirik yang penuh dengan aroma cinta damai. Selain membawakan empat lagu sendiri yang diambil dari album perdana mereka yang bertajuk Unite, mereka juga sempat meng-cover dua lagu yang berjudul "Buffalo Soldier" dan "Get Up, Stand Up" dari siapa lagi kalau bukan Bob Marley. Pembukaan yang menghibur dari Gangstarasta dan juga penampilan yang kharismatik dari Emilio sang vokalis yang tidak kenal lelah menyuarakan pendapatnya tentang kedamaian pada sela-sela lagu.

Heru Wahyono (vokal), Richard Bernado (gitar), Raymondus Anton Bramantoro (gitar), Aloysius Oddisey Sanco (bass), Lilik Sugiyarto (keyboard), dan Yustinus Satria Hendrawan (drum) yang tergabung dalam sebuah band asal Yogyakarta bernama Shaggydog mendapat giliran selanjutnya. Seperti biasa, band berjam terbang tinggi ini tidak mengecewakan penontonnya. Mulai dari "Di Sayidan" hingga "Doggy Doggy" yang dinyanyikan berdua oleh Heru Wahyono dan sang keyboardist bertubuh montok Lilik Sugiyarto, semua mereka bawakan secara apik dan atraktif.
Tidak jarang duo gitaris Richard dan Raymond bertukar-tukar posisi agar penampilan mereka tidak terasa hambar. Mereka sangat mengerti bagaimana cara memanfaatkan panggung yang begitu besar. Dengan penampilan mereka malam itu yang merupakan kali kedua mereka bermain di Tasikmalaya, Shaggydog menunjukkan bagaimana seharusnya musik itu dimainkan dan bagaimana cara menghibur penonton dengan baik dan benar.

Siapa yang tidak tahu BIP? Band yang dimotori oleh Bongky Marcel Ismail (bass), Indra Chandra Setiadi (keyboard), Parlin “Pay” Burman (gitar), dan juga Irfan “Ipang” Fahri Lazuardy (vokal) ini mengusung musik rock n` roll yang keras nan bluesy dan siap menghajar telinga Anda dengan sebuah riff saja. Mereka boleh saja belum merilis album sejak Udara Segar di tahun 2004 dan sudah cukup lama tidak bermain bersama di depan umum, namun performa mereka tidak mengalami degradasi sama sekali dan tetap pantas diberi dua acungan jempol. Suara serak yang tinggi ala Ipang dikawal dengan rapi oleh rif-rif gitar bluesy dari Pay dan dentuman bass yang funky dari Bongky. Jari-jari Indra yang menari-nari di atas tuts keyboardnya menambah warna yang krusial bagi musik BIP.
Hampir seluruh lagu hits dari album terdahulu hingga album terakhir mereka bawakan dengan tanpa cela di Tasikmalaya; "Skak Mat", "1000 Puisi", "Rock n` Roll Palsu", "Kuncianmu", "Korslet", "Mane Mane Boleh" yang melibatkan vokal Bongky, lagu Ipang ketika bernyanyi solo "Ada yang Hilang", dan "Aku Gemuk Lagi". Ini resmi, BIP telah kembali.

Superman is Dead sebagai band penutup mengemban tugas berat dalam melanjutkan kekuatan BIP sebagai penampil sebelumnya. Belum lagi sekitar 20.000 pasang mata yang memiliki ekspektasi tinggi agar Jerinx (drum), Bobby Kool (vokal/gitar), dan Eka Rock (bass/vokal) memberikan suguhan yang memuaskan. Namun, trio punk rock asal Bali ini seperti sudah biasa mengemban beban yang berat dan malah menjadikan beban tersebut sebagai pemacu. Alhasil, Superman is Dead dengan mudah membuat sekitar 20.000 penonton berjingkrakan tak karuan. Set yang mereka mainkan juga lebih lama dari band-band lain pada malam itu. Total mereka membawakan 14 buah lagu yang turut dinyanyikan oleh para penonton yang mayoritas memang terdiri dari Outsiders dari berbagai propinsi, mulai dari yang baru seperti "Lady Rose" hingga yang lama seperti "Kuta Rock City".

Acara tidak berhenti sampai di situ saja. Pasukan Shaggydog memasuki panggung untuk melakukan kolaborasi dengan trio Superman is Dead sebagai penutup Ifest Music Festival 2010 ini. Dengan cerdasnya, mereka menyanyikan lagu "Kemesraan" dari Iwan Fals untuk melambangkan betapa mereka sangat menyukai crowd yang hadir. Lagu tersebut lalu dimedley dengan lagu asli dari Superman is Dead yang diambil dari album Angels and Outsiders, yaitu "Jika Kami Bersama". Penutupan yang sangat pas untuk Ifest Music Festival 2010 ini. Tasik memang benar-benar asyik.

sumber: http://rollingstone.co.id/read/2011/02/08/182632/1563433/1093/superman-is-dead-shaggydog-bip-bersatu-di-tasikmalaya
Readmore.....

Superman Is Dead dan Shaggydog Sukses Menggelar Tur Jawa Tengah

Seorang perwira polisi dari Magelang berdiri di panggung, Sabtu 24 Oktober 2009, pukul delapan malam. Dengan suara lantang, dia menyuarakan pesan-pesan tentang pentingnya menjaga keamanan. “Kalau saya bilang damai, kalian bilang yes! Kalau saya bilang rusuh, kalian jawab no!” kata polisi itu. Ribuan orang yang memadati alun-alun Magelang, menyambut dengan koor tanda setuju. Mereka menuruti semua yang dikatakan petugas kepolisian itu.

“Kita bakal dihibur sama Superman Is Dead dan Shagggydog, jadi tolong jaga keamanan. Kalau ada yang melihat orang membawa senjata tajam, segera lapor ke petugas kepolisian yang memakai seragam, maupun yang memakai baju preman,” kata petugas itu lagi.

Hari itu, adalah rangkaian tur Jawa Tengah dari Superman Is Dead dan Shaggydog yang diberi nama Djarum Super Get Rock! Selama lima hari, Superman Is Dead berkeliling ke lima kota di Jawa Tengah: Jogjakarta [19 Oktober], Purworejo [20 Oktober], Klaten [21 Oktober], Solo [23 Oktober], dan Magelang [24 Oktober]. Selain bersama Shaggydog, Superman Is Dead ditemani The S.I.G.I.T di kota Solo. Rocket Entertainment, event organizer yang menggelar rangkaian tur ini, memang lebih banyak menggelar konser rock atau konser dari band-band yang hanya dianggap bagus oleh mereka.

“Superman Is Dead, Shaggydog sama The S.I.G.I.T. kan sudah sering diundang ke luar negeri juga. Dan yang ngundang mereka bukannya pelajar atau TKI loh, itu kan bagus, tapi banyak yang belum tahu mereka,” kata Hardyanto Sahari, promotor dari Rocket Entertainment.

Bukan persoalan yang mudah, bagi Hardi untuk meyakinkan pihak sponsor bahwa Superman Is Dead bisa mendatangkan banyak penonton. Tapi, setelah beberapa kali menggelar event kecil dan menunjukkan bahwa SID juga tak kalah bagusnya dengan band pop lainnya akhirnya pihak sponsor bersedia menerima SID sebagai headliner.

“Soalnya, masih banyak orang yang ngira kalo SID manggung pasti rusuh, apalagi masih ada juga yang ngehubungin sama kasus SID yang bilang Fuck Java itu. Padahal, itu gosip udah lama,” kata Hardi.

Tapi, tuduhan kerusuhan itu tak terjadi. Bahkan, di Solo, meskipun stadion diguyur hujan, kira-kira sepuluh ribu penonton tetap setia menonton dan bergoyang. Ribuan penonton yang terdiri dari Outsiders, Slankers, hingga Kamtis—penggemar Endank Soekamti, bergoyang dan bernyanyi bersama menyaksikan penampilan Shaggydog dan SID, tanpa sedikitpun terjadi keributan.

“Kalau kalian tertib dan damai sampai konser berakhir, akan kami sampaikan pada musisi lain, bahwa di Magelang, para penontonnya asik, dan bisa menjaga keamanan,” kata gitaris/vokalis Bobby Kool dari SID, di tengah-tengah penampilannya.

sumber: http://rollingstone.co.id/read/2011/02/08/181711/1563237/1093/superman-is-dead-dan-shaggydog-sukses-menggelar-tur-jawa-tengah
Readmore.....

Jika Mereka Bersama


Superman Is Dead pernah menghadapi masalah. Mantan manager mereka menipu, kabur, dan membuat mereka bangkrut. Selain itu, masalah pribadi juga menimpa mereka. Persoalan itu akhirnya membuat mereka merasa tertekan, hingga vakum selama tiga tahun. Tapi karena para penggemar mereka terus menyemangati, akhirnya drummer Jerinx, gitaris/vokalis Bobby Kool, dan bassis Eka Rock bangkit, mengumpulkan enerji positif hingga menghasilkan album ketujuh yang diberi judul Angels and The Outsiders. Judul album ini sekaligus sebuah penghargaan kepada penggemar mereka yang diberi nama Outsiders.

"Mereka sangat mendapatkan apa yang mereka nanti," kata Eka, Selasa (19/5) sore di Prost! Beer House, Kemang.
"Fans kami jadi lebih solid dan statusnya lebih diakui (dengan kami memasukkan nama mereka sebagai judul album). Mudah-mudahan album ini bisa melahirkan fans baru," tambah Jerinx.

Sony Music mengundang para jurnalis untuk berbincang dan menikmati makanan ringan di sore hari bersama Superman Is Dead. Sore itu, Superman Is Dead juga berbagi cerita soal rencana tur mereka ke Amerika yang diberi rangkaian SID Rock-A-Bali American Tour, dengan dua tur yang terdiri dari "From Bali With Rock 2009" di mana mereka akan bermain enam tempat di lima kota, dan "Vans Warped Tour 2009" di mana mereka akan bermain di sebelas kota.

Vans Warped Tour adalah tur bergengsi yang sudah memasuki usianya ke-lima belas. Mereka bisa masuk tur itu atas jasa manajer NOFX, Kent Jamieson, yang pernah melihat penampilan SID ketika NOFX tampil di Bali beberapa waktu lalu. Jamieson, yang mendapat email dari Jerinx langsung mengontak pendiri Warped Tour, Kevin Lyman yang hasilnya adalah diterimanya SID dalam Warped Tour tahun ini. Itu sebabnya, SID merasa bahwa terwujudnya tur Amerika ini karena faktor keberuntungan dan faktor integritas karena telah bertahun-tahun bekerja keras.

"Vans Warped Tour tahun ini spesial karena headliners-nya menampilkan band-band oldskul di antaranya macam Bad Religion, NOFX, MXPX, The Exploited, padahal biasanya yang jadi headliners adalah band cutting edge tapi kekininan," kata Jerinx.

Selain soal tur Amerika, SID juga berbagi cerita soal kolaborasi mereka dengan Shaggydog dalam lagu "Jika Kami Bersama." Lagu itu tercipta ketika SID dan Shaggydog tur bersama beberapa waktu lalu. Suatu saat, ketika sedang "menunggu jemuran kering" (entah apa maksudnya, mereka tak bercerita lebih jelas), dua nama besar itu melakukan jamming. Lagu itu sempat terbengkalai hingga kemudian digarap lagi dan hasilnya bisa disimak di album terbaru SID.

"Intinya, kalau kami bersama, bahaya," kata Heru, vokalis Shaggydog sambil tertawa, "maksudnya sih bahwa di Indonesia kita punya pilihan lain. Tapi, yang ada musik itu selalu sama, yang selingkuh-selingkuhan."

"Tadinya judulnya mau dikasih nama Superman Is Dog," kata Jerinx sambil tertawa.

Acara jumpa pers itu ditutup dengan penampilan Superman Is Dead membawakan single "Kuat Kita Bersinar" dan lagu "Jika Kami Bersama." Malam harinya, Superman Is Dead menggelar show case di Prost! Beer House, Kemang. Tentunya dengan penampilan istimewa bersama Shaggydog. Dan jika mereka bersama, segera nyalakan tanda bahaya.

Jika kami bersama
Nyalakan tanda bahaya
Jika kami berpesta
Hening akan terpecah
Aku dia dan mereka
Memang gila memang beda
Tak perlu berpura-pura
Memang begini adanya
Dan kami di sini akan terus bernyanyi

Dan jika kami bersama
Nyalakan tanda bahaya
Musik akan menghentak
Anda akan tersentak
Dan kami tahu engkau bosan
Dijejali rasa yang sama
Kami adalah kamu
Muda beda dan berbahaya

Lepaskan semua belenggu
Yang melingkari hidupmu
Berdiri tegak menantang
Di sana di garis depanaku berteriak lantang
Untuk jiwa yang hilang
Untuk mereka yang selalu tersingkirkan

Ketika tidak ada tempat lagi tuk berlari
Ketika tiada orang yang peduli
Aku dan dia selalu menunggumu di sini
Angkat skali lagi

sumber: http://rollingstone.co.id/read/2011/02/08/175916/1563064/1093/jika-mereka-bersama


Readmore.....

Kuat Mereka Bersinar

 
Mereka harusnya pindah saja ke Amerika! Dengan musik seperti ini, dengan cepat mereka bisa mengalahkan band lain yang ada di sini! puji seorang pria yang sedari tadi memang terlihat asyik menyaksikan Superman is Dead dari kejauhan. N-D (35) yang berasal dari Pittsburgh terlihat masih takjub dan mengaku khusus datang untuk melihat penampilan live Superman is Dead, band Blitzkrieg 3-Chordsabilly Beer Punk Rock asal Bali, yang baru dikenalnya saat membuka situs Vans Warped Tour untuk mengecek band-band yang ada.

Hari itu panggung Kevin Says, salah satu panggung di Vans Warped Tour kota Pittsburgh, Amerika Serikat, sedang kejatuhan sial karena ditempatkan di lokasi yang serba salah yaitu terhimpit oleh dua panggung besar di Main Stage dan Hurley Stage dan masing-masing hanya berjarak sekitar 30 meter antara satu sama lainnya. Setiap tahunnya, Kevin Says, panggung yang memakai tenaga matahari sebagai sumber listrik itu dikenal khusus menampilkan banyak band baru yang belum maupun baru saja dirilis di industri pasar musik Amerika. Sungguh sial memang, karena di panggung itulah SID akan tampil sore nanti dan mereka terpaksa harus bersaing dengan band-band yang main di kedua panggung lainnya tersebut.
Sekitar dua puluh menit sebelum SID naik ke atas panggung, Anti-Flag band political punk asal Pittsburgh mulai memasuki panggung Main Stage, dan terlihat jejalan massa mulai memenuhi arena tersebut. Sedangkan di sebelah kiri Kevin Says, band A Day to Remember juga baru akan naik ke atas Hurley Stage. Saat itu vokalis/gitaris Bobby Bekool, bassis Eka Rock dan drummer Jerinx masih terlihat santai menyaksikan pemandangan di kanan dan kiri mereka. Tidak lama, satu per satu dari mereka mulai berjalan ke arah belakang panggung untuk bersiap-siap.
Tepat jam 16.30, SID langsung meng-hajar panggung Kevin Says dengan Year of the Danger. Lagu penuh amarah ini dipilih mereka untuk memanaskan para penonton yang saat itu masih berjumlah sekitar sepuluh orang. Jumlah yang sangat bagus dibanding jumlah penonton saat band asal Inggris the Blackout yang main tepat sebelum SID. Saat Vodkabily berkumandang, penonton SID perlahan mulai bertambah, itu saja belum termasuk orang-orang lalu lalang yang masih menyempatkan diri untuk berhenti menyaksikan SID walau hanya sebentar sebelum mengejar NOFX yang baru saja akan mulai di Main Stage.
Walau harus melawan kerasnya hentakan dari dua panggung tetangga, Eka dan Bobby tanpa lelah terus mencoba berkomunikasi dengan penonton, seperti mempromosikan CD mereka sampai mengajak penonton untuk mengunjungi pulau Bali yang indah. Dilanjutkan dengan Psychofake. Total hanya tujuh lagu yang SID bawakan agar tepat selesai dalam waktu 20 menit yang diberikan. Set ditutup dengan lompatan maut Bobby dan Eka di akhir lagu Kuta Rock City. Walau tidak mampu me-narik banyak orang, tampak raut pu-as tampil di setiap wajah personel SID karena mereka sudah melakukan yang terbaik sore itu. Segelintir penonton masih tersisa untuk menyalami setiap anggota SID dan ada beberapa yang menyempatkan membeli CD dan merchandise di sebelah panggung.
Semua bermula di satu hari di pertengahan bulan November 2008, datang sebuah kabar dari seberang lautan yang isinya adalah tawaran bagi SID untuk meng-adakan tur bertajuk From Bali with Rock dan keliling Amerika pada bulan Juni 2009. Kabar baik, sangat baik! Undang-an dari Mastra Production, event organizer yang berbasis di Philadelphia langsung diterima SID penuh semangat.
Di Amerika sendiri, musim panas yang dimulai pada bulan Juni adalah waktu di mana berbagai festival dimulai, seperti All Point West di kota New York atau Vans Warped Tour, festival musik punk keliling yang konon paling bergengsi abad ini. Setiap tahun Vans Warped Tour memboyong nama besar seperti Green Day, Bad Religion, Deftones, Sick of it All, Sublime, NOFX, Blink 182, Rise Against, My Chemical Romance sampai ke No Doubt, Beck, Black Eyed Peas, M.I.A dan Katy Perry yang jauh dari aliran punk sama sekali.
Ternyata bukan bohong jika dibilang bila kita berusaha keras maka satu kesempatan akan membawa kita ke kesempatan lainnya. Vans Warped Tour 2009 saat itu kabarnya akan dimulai pada bulan Juni. Selain sangat tepat dengan waktu tur From Bali with Rock, kabarnya salah satu headliner tahun ini adalah NOFX, yang konsernya pada tahun 2007 di Bali kemarin sempat dibuka oleh SID. Dari situ SID mulai menghubungi manajer NOFX, Kent Jamieson, untuk bertanya dan minta tolong jika ada kesempatan untuk nama SID direkomendasikan pada Kevin Lyman, founder dari Vans Warp-ed Tour yang terkenal sangat selektif dalam urusan pemilihan band-band yang akan berpartisipasi.

Festival yang disponsori oleh merek sepatu Vans (sepatu yang sangat identik dengan olahraga ekstrim skateboard) ini bukanlah sembarang festival yang dengan gampang memberikan spot untuk band manapun untuk bergabung. Apalagi untuk sebuah band asal Indonesia seperti SID, yang walau sudah terbentuk sejak tahun 1995 tetap saja belum terdengar di Amerika. Namun hanya berbekal rekomendasi dan kekuat-an musik mereka, entah bagaimana SID ternyata mampu meluluhkan hati Lyman, lampu hijau diberikan kepada SID dengan tawaran yang tidak tanggung-tanggung sama sekali, me-reka diberikan jatah untuk ikut bermain di 11 kota pertama dari 47 kota yang dihampiri oleh Vans Warped tour. Sebuah kehormatan besar, terlebih selain menjadi band Asia satu-satunya yang bermain di Vans Warped Tour tahun 2009, SID juga resmi memegang titel band Asia Tenggara pertama yang pernah main di Vans Warped Tour selama 15 tahun festival ini berdiri.
Vans Warped Tour sudah sampai di perhentian kesepuluh mereka. Sesampainya di Post Gazette Pavilion, tampak dari jauh ribuan pengunjung didominasi oleh anak belasan tahun yang sibuk berkeliaran de-ngan dandanan yang terbilang kurang aneh untuk ukuran festival punk. Kebetulan di kota ini orang-orangnya memang kurang seru dandannya, ucap Lia Pasaribu, manajer SID yang mengantarkan saya. Sesampainya di dalam, tanpa basa basi pemandangan absurd langsung menyerbu mata. Di dalam sedang berlangsung persaingan sengit antar band, bukan di atas panggung, melainkan di sekitar arena venue yang luas tersebut. Tampak hampir semua band saling uji kreativitas mempromosikan diri mereka, berbagai cara mereka lakukan demi menjual diri dan menarik penonton. Selain membagi-bagikan merchandise gratis di dalam stand, tidak tanggung-tanggung, hampir semua band langsung menerjunkan street team (bahkan beberapa anggota band mereka) untuk berputar-putar arena dengan membawa spanduk berisikan informasi jadwal main mereka hari itu. Tidak cukup spanduk, aspal dan tiang listrik pun menjadi korban dengan coretan pilox maupun tempelan poster.
Tidak heran saat akhirnya saya bertemu SID, mereka juga terlihat sibuk berjualan dengan melambaikan spanduk bertuliskan SUPERMAN IS DEAD from BALI, INDONESIA lengkap dengan memakai Udeng (penutup kepala) dan kain khas adat pulau Dewata yang terlilit di atas celana mereka.
Banyak banget yang bertanya kita dari mana, ujar Jerinx sambil memegang spanduk jadwal main mereka untuk nanti sore. Yah lucunya, banyak yang masih nggak tahu, Bali itu di mana, atau Indonesia itu di mana, lanjut pria pemilik Twice Bar di Bali ini sambil tertawa. Walau tidak semua, namun memang tidak bisa dipungkiri bahwa masih banyak orang Amerika yang tidak mengetahui keadaan Indonesia. Melihat keadaan ini, SID juga akhirnya merasa wajib mempromosikan kultur Bali dan Indonesia kepada me-reka yang bertanya. Kebetulan hari itu (9/7) juga bertepatan dengan hari pemilihan calon presiden baru Indonesia, dan anak-anak SID memang tidak sempat ikut pemilu, walau begitu mereka tetap menjalankan tugas mereka sebagai duta bangsa.
Tak jauh dari tempat Jerinx berdiri tampak sosok Eka. Pria beranak satu ini sedang menggendong speaker portable yang disambungkannya dengan iPod berwarna hitam. Kita nyalain lagu SID sambil jalan-jalan untuk menarik perhatian, jelasnya tertawa ramah sambil sesekali mengangkat speaker tersebut ke udara.
Lokasi venue yang berbukit cukup membuat kaki pegal karena harus menanjak ke atas dan ke bawah untuk lari dari satu panggung ke panggung lainnya. Hamparan rumput luas dipenuhi berbagai stand merchandise, makanan sampai stand air hujan buatan (bagi mereka yang kepanasan dapat masuk dan membasahkan diri mereka lewat selang yang dipasang di atas tenda). Akibat pesawat yang delay, saya sampai memang terlambat dan ketinggalan beberapa nama besar seperti Underoath dan Flogging Molly. Heran, band headliner mana yang mau bermain di bawah jam 1 siang? Anggota SID sendiri yang dari pagi sudah stand by di venue malah masih sempat untuk rehat dengan barbeque santai bersama beberapa teman di parkiran sambil menunggu waktu naik ke atas panggung sorenya.

sumber: http://rollingstone.co.id/read/2011/02/08/180845/1563141/1102/kuat-mereka-bersinar
Readmore.....

Let The Devil Speak! by Jerinx SID

 
Biasanya saya menulis sesuatu yang positif, at least from my point of view, tapi kali ini i will let the devil in me speak. For once. This is my thoughts about how rock & roll culture as a part of, like it or not, plastic entertainment world should run in Indonesia. Dari masa ke masa, eksistensi kultur ‘rock’ sebagai bagian dari subkultur di Indonesia akhir-akhir ini bisa dikatakan makin kukuh berdiri- di area abu-abu yang makin memutih. Ter-tib nan santun. Memang ada banyak band ‘rock’ berbakat bermunculan diikuti dengan prestasi yang hebat: dihargai kritikus, dicintai fans dan didekati korporat yang siap mencetak wajah mereka di bilboard terbesar di kota-kota terpencil. But I’m missing something here. Sesuatu yang krusial, nilai terluhur dari sejarah rock & roll. Where’s the ‘dangerous’ part? There’s a huge main reason why rock & roll is associated as the devil’s music by the conservatives: It was born to kick some ass and make some changes.

Saya bukan ahli sejarah/etnologi musik, tapi sejauh yang saya pelajari di jalanan, correct me if I’m wrong; rock & roll diciptakan kaum kulit hitam (Chuck Berry, Ray Charles) untuk me-lawan perbudakan di tahun ‘30-an, lalu kaum kulit putih (Elvis, Jerry Lee Lewis) memakai rock & roll untuk melawan rasialisme dan kemunafikan di tahun ‘50-an. Berkembang terus untuk melawan perang di tahun ‘60-an (The Beatles, Jimi Hendrix) dan melawan birokrasi dan darah biru di tahun ‘70-an (The Clash, Sex Pistols).

Dan hampir semua pelaku rock & roll di era itu masuk dalam kategori ‘bermasalah’. Some were killed by psychotic fans, some killed themselves and some died from the self-destructive way of living they chose. Terlepas dari masalah moral dan benar tidaknya tindakan mereka, it’s yours to judge. Namun secara global, sema-ngat dan kadar ’bahaya’ itu makin lama makin luntur. Salahkan internet atau apapun, tapi di zaman sekarang, esensi menjadi semakin tidak penting. Untuk alasan apapun, saya lihat Indonesia makin hari makin dipenuhi rocker sopan yang selalu dan mencoba berada di area aman, yang setiap inci gerakan dan tindakannya harus sesuai dengan kesepakat-an moral ’masyarakat’-nya. Saya sama sekali tidak ada masalah dengan etika ’kesopanan’ dan ’ketimur-an’ selama ia berada di ruang dan waktu yang tepat.

But come on, for Tarantino’s sake, this is rock & roll we’re talking about! Entertain us with some real wild ride, please, on stage and off stage! There’s no such thing as ’Inilah rock & roll Indonesia yang sopan dan berbudi luhur’. Rock & roll adalah rock & roll, di mana dan kapanpun ia berada. Kenapa? Sesederhana karena rock & roll bukan hanya tentang mode dan strategi pemasaran. Ia bukanlah sebuah label yang bisa kita pakai untuk kepentingan bisnis semata. Ia mewakili sebuah semangat yang tak akan pernah mati untuk ‘menghajar’ sesuatu, apapun itu. Betul, dunia ini akan terus ber-evolusi, but some things are better real, and rock n roll is one of them.

Di Indonesia dan negara-negara lain hari ini, rock & roll menjadi sebatas label untuk terlihat ‘keren’. Ia ada untuk tidak melawan apa-apa, sebatas hiburan saja. Same shit with nationalism these days, it’s all about how to look/sound ‘cool’ dan untuk meraih simpati massa. Sensasi di atas esensi. Merasa bisa tapi tak bisa merasa. Big respect buat Iwan Fals dan Slank yang masih berani melawan sesuatu melalui jalur mainstream, dan bebe-rapa nama seperti Seringai, Efek Rumah Kaca dan Shaggy Dog yang melawan sesuatu di jalur semi-mainstream. Devil blessed them all. But still it’s not enough, di kala melihat TV atau majalah, saya merindukan sosok yang memiliki persona liar yang sebenarnya.

Bukan cuma di panggung atau di iklan. Saya sudah bosan dengan rocker-rocker sopan yang lebih memilih mengajak pacarnya berme-sraan di TV ketimbang menonjok wartawan infotainment yang menginjak-injak wilayah privasinya. Saya mengidamkan rocker jujur yang tanpa ragu sedetik pun mengakui adiksinya terhadap alkohol, seks dan obat-obatan. Ingin rasanya melihat sebuah band rock terlibat baku hantam dengan gerombolan radikal garis keras di sebuah tempat hiburan malam yang berusaha mereka hancurkan. Atau serunya membaca artikel tentang seorang rocker yang mengencani para supermodel, mencuri kokainnya dan mencampakkan mereka setelah menyadari bahwa dirinya seorang homoseksual. Saya memimpikan Indonesia memiliki sesosok rocker (entah laki atau perempuan) yang mempunyai sex appeal mahadahsyat yang membuat orang tua dan pacar kalian menahan nafas. Mungkin sekilas semua terdengar dangkal dan sebatas sensasi saja, but if you dig deeper, it’s all about statement.

Pernyataan bahwa rock & roll masih berbahaya. Rock & roll ada untuk membuat kita khawatir. Dan dari kekhawatiran, kekacauan dan kehancuran, kita bisa banyak belajar. So let them be wild, let them be free. Saya membayangkan betapa hebatnya jika semua pelaku subkultur Indonesia bersatu dan melawan kelompok fasis berjubah Tuhan dan membungkam mulut kaum elit tentang esensi moral dan kemerdekaan. Again, it’s all about statement. Berbahaya tidak harus selalu dikonotasikan dengan kekerasan dan machismo. Ketegasan dalam mengambil sikap, keberanian untuk membuat kesalahan, semangat untuk melawan arus dan mempertanyakan nilai-nilai. That’s dangerous. And we all learned from mistakes anyway. Apapun yang tidak membunuhmu akan membuatmu lebih kuat. Atau dalam bahasa rock & roll, whatever that doesn’t change you will make you stronger, either you’re dead or alive. Toh ke-salahan suatu saat akan membuat seseorang menjadi tahu apa makna dari hidup yang ia jalani. Jangan pernah takut untuk ‘dicap’ salah. Hidup ini bukan hanya hitam putih karena Superman sudah mati pada hari dia dilahirkan. Rocker dan pelaku subkultur lainnya, mereka adalah individu merdeka yang tidak bisa hidup hanya dengan mengikuti aturan yang dibuat oleh generasi sebelum atau sesudahnya. Kamu adalah generasimu sendiri. Make your own rules-. Terjang semua tembok penjara dan jadilah legenda untuk dirimu sendiri. Cheers!

sumber: http://rollingstone.co.id/read/2011/02/08/181747/1563248/1104/let-the-devil-speak
Readmore.....

3 Rebels Million Outsiders [Wawancara SID]

Demi menghormati tuan rumah, saya memesan bir ketika waitress Twice Bar, Kuta, bertanya minuman apa yang saya mau. Pemilik bar ini adalah I Gede Ari Astina, frontman dan tukang gebuk drum Superman is Dead (SID) yang lebih akrab dengan panggilan Jerinx. Memisahkan SID dengan bir, ibarat memisahkan hujan dan mendung, sesuatu yang sangat jarang terjadi.

Setidaknya begitulah stereotipe pada SID: beer, glam, tato, punk. Maka demi menghormati mereka, saya pesan bir, bukan es teh, es jeruk, atau jus sore itu sambil menunggu SID selesai latihan di studio mereka, akhir Januari lalu.

Sekitar 15 menit kemudian, usai latihan, personel SID naik ke lantai dua, tempat di mana saya menunggu bersama Dodix, manajer SID, dan Yenny dari manajemen SID. Seorang perempuan yang mengaku sebagai Lady Rose juga ada di sana. Vokalis sekaligus gitaris SID I Made Putra Budi Sartika (Bobby Kool) serta bassist merangkap vokalis latar I Made Eka Arsana (Eka Rock) datang. Jerinx menyusul kemudian.

Sore itu tak ada pengunjung lain di bar di Poppies II, gang salah satu cikal bakal pariwisata di Kuta, bahkan Bali, sehingga menjadi gemerlap seperti saat ini. Jerinx mengajak kami duduk di pojok bar berdinding motif kotak-kotak hitam putih dan poster-poster vintage itu. Ini bukan pertemuan pertama saya dengan mereka. Tapi ini pertama kalinya saya main dan bertemu mereka di Twice Bar, tempat SID sering berkumpul, latihan atau bikin acara dengan para penggemarnya.

Bukannya memesan bir, Eka dan Bobby malah “cuma” pesan minuman a la anak kos, teh dan jeruk manis hangat. Mereka tak meminum bir sama sekali di antara obrolan kami selama hampir tiga jam tersebut, tidak juga bagi Jerinx yang secara fisik terlihat paling rebel dengan tato di seluruh tubuhnya. Sejujurnya, sebelum bertemu, saya sudah berasumsi obrolan itu akan dipenuhi bir atau rokok tanpa henti. Ternyata tidak juga. Selama wawancara, Eka, Bobby, maupun Jerinx sama sekali tak minum bir, hal yang sering mereka perlihatkan saat di atas panggung.

SID dikenal sebagai bad boy atau malah rebel. Dengan musik punk, badan penuh tato, serta lirik-lirik lagu penuh kritik sosial, SID mudah diidentikkan sebagai rebel. Paling tidak mantan manajer SID Rudolf Dethu menyebut begitu. Karena citra rebel ini, mereka bisa menjadi salah satu band dengan jumlah penggemar terbesar di Indonesia. “Mungkin anak-anak sekarang menemukan sosok bad boy pada SID setelah era Slank. Makanya SID punya jutaan penggemar sekarang,” kata Dethu.

Besarnya pengaruh SID dibuktikan dengan masuknya mereka dalam Billboard Uncharted di urutan ke-23 hingga Februari lalu. Di situsnya, Billboard menyatakan bahwa Uncharted ini merupakan daftar musisi baru ataupun berkembang yang belum masuk di Billboard Chart, tanpa mempertimbangkan asal negara musisi. Uncharted didasarkan pada penampilan musisi di media online termasuk jejaring sosial, seperti MySpace, Facebook, Twitter, Last.fm, iLike, Wikipedia, dan seterusnya.

Daftar ini memang bukan peringkat mingguan yang biasa mereka keluarkan sebagai paramater musisi, band maupun penyanyi, dengan tingkat penjualan album tertinggi di Amerika Serikat. SID adalah band Indonesia pertama yang masuk peringkat ini. “Kami tidak terlalu kepikiran akan masuk sana. Billboard jauh dari lirik lagu SID. Kalau masuk Grammy sih ingin,” kata Jerinx.

Informasi masuknya SID dalam Billboard Uncharted ini mereka peroleh dua minggu sebelum kami bertemu untuk artikel ini. Pemberitahuan itu dikirim lewat email oleh Evy Nogy, Editor Billboard. “Mungkin mereka melihat aktifnya kami dalam penggunaan Facebook untuk fans group. Kami tidak hanya memberikan informasi tentang band tapi juga ada interaksi dengan penggemar.

Itu mungkin jadi perhatian Billboard pada kami,” kata Eka. “Prinsipnya, mereka melihat intensity, loyality, and activity di Facebook. Banyak band lain yang mungkin punya penggemar lebih banyak tapi kurang aktif dibanding kami. Jadi, penghargaan ini bukan hanya dari sisi kuantitas tapi juga kualitas,” tambah Jerinx.

SID memang termasuk band yang aktif di jejaring sosial, termasuk Facebook. Hingga awal Februari lalu, jumlah penggemar Superman is Dead di Facebook mencapai hampir 1,8 juta orang. Untuk ukuran musisi Indonesia, jumlah ini adalah yang terbesar. Bandingkan misalnya dengan Slank yang punya 833 ribu penggemar, ST 12 dengan 808 ribu penggemar, atau yang paling mendekati adalah Ungu dengan 1,6 juta penggemar.

Namun banyak-nya penggemar juga bisa banyaknya musuh, atau setidaknya “pengawas”. Sebab, 1,8 juta penggemar di Facebook tidaklah berarti semua memang penggemar musik dan lirik band punk kelahiran Kuta ini. “Tidak semua penggemar di Facebook suka SID. Banyak yang ikut di Facebook hanya untuk melihat hal negatif tentang kami,” kata Jerinx.

Perjalanan SID memang tak bisa dilepaskan dari “musuh”, terutama di kalangan musisi punk. Mereka menerbitkan tiga album pertamanya secara indie. Pada tahun 1997, band yang lahir di Kuta ini mengeluarkan album Case 15. Dua tahun kemudian mereka mengeluarkan album sesuai nama band mereka sendiri, Superman is Dead. Album terakhir mereka di jalur indie, Bad, Bad, Bad, terbit pada 2002. Setahun kemudian, mereka dikontrak major label, Sony BMG.

Bersama label ini, hingga saat ini SID telah mengeluarkan empat album, yaitu Kuta Rock City (2003), The Hangover Decade (2005), Black Market Love (2006), dan Angels & the Outsiders (2009). Karena sejarahnya dekat dengan musik indie, maka ketika akhirnya SID dikontrak major label, banyak anak punk nyinyir pada mereka.

Tak hanya nyinyir, sebagian anak punk mewujudkan kebencian tersebut melalui kekerasan pada SID, terutama ketika mereka konser. Di Singaraja, Bali, mereka pernah dilempari batu ketika konser. Di Medan dan Yogyakarta, mereka mengalami kekerasan lebih parah yang bahkan mereka sebut sebagai tindakan barbar. Di Medan, kekerasan terjadi ketika mereka tampil di Universitas Sumatera Utara (USU) pada 7 Oktober 2003, beberapa saat setelah mereka dikontrak Sony BMG.

Sebelum konser dimulai mereka mengaku sudah mendapatkan atmosfer tak enak. Ada selebaran anti SID berisi tulisan “Menjadi Rock Star adalah pilihan. Menjadi Punk Rock Star adalah pengkhianatan.” Aroma kebencian makin terasa ketika SID tampil. Pada lagu kedua, sebagian penonton berpakaian street punk mulai mengeluarkan caci maki ke SID dengan sebutan, “Pengkhianat. Pengkhianat!”
Lalu umpatan itu disertai dengan bentuk kekerasan fisik. Botol air mineral, botol bir, sandal, sepatu, batu, bambu penyangga umbul-umbul, bahkan monitor melayang ke atas panggung.

Bobby dan Eka yang di depan harus menyanyi sambil menghindari semua serangan tersebut. Apalagi saat itu sudah malam sehingga lemparan-lemparan sering tak terlihat. “Mereka yang anti SID ini sebenarnya sedikit dibanding jumlah penonton. Tapi karena aksinya berani dan kasar, maka mereka terlihat menonjol,” kata Rudolf Dethu, manajer SID saat itu.

Masuk lagu keenam, kekerasan itu terus berlanjut. Sampai akhirnya pada lagu keenam, tiga personel SID memutuskan tidak melanjutkan penampilan. Mereka berhenti dan lari ke belakang panggung dengan teriakan dan umpatan yang tidak juga berhenti. Suasana kacau. Bahkan ketika masuk mobil menuju hotel pun mereka masih dikejar-kejar anak-anak street punk tersebut.

Kejadian sama terulang lagi ketika mereka tampil di Yogyakarta, persis sehari setelah tampil di Medan. Mereka dilempari sebagian dari ribuan penonton yang menonton konser SID di Kota Pelajar itu. Saat itu mereka tampil di kampus Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta. Baru pada lagu kedua, sebagian penonton berpakaian street punk bikin huru-hara. Salah satunya bahkan naik ke panggung setelah pura-pura pingsan dan dibawa ke belakang panggung lalu berlari memukul Bobby, vokalis SID. Bobby balik memukul, begitu pula sebagian panitia dan keamanan konser. “Aku ikut-ikutan menghajarnya. Ha-ha-ha,” kata Dethu. Karena suasana kacau, ketiga personel SID dibawa ke masjid kampus UPN agar terhindar dari kekacauan lebih besar.

Kekerasan di Singaraja, Medan, dan Yogyakarta terjadi akibat tuduhan bahwa SID telah sell out, mengkhianati punk dengan masuk ke major label. “Mereka yang benci SID karena masuk major label itu karena indoktrinasi. Mereka punya fanatisme berlebihan terhadap ideologi tertentu termasuk punk. Mereka sama saja dengan fundamentalis. Mereka berasumsi semua yang masuk major label itu brengsek. Padahal tidak juga. Ketika masuk, kami tawar-menawar dulu dengan label. Tapi mereka [anak punk yang benci SID] tidak tahu proses itu. Mereka pikir kami melacur dengan kirim demo dan semacamnya. Itu tidak benar. Label yang cari kami, bukan sebaliknya,” kata Jerinx.

Bobby menimpali, “Orang kalau sudah terindoktrinasi cenderung pakai kaca mata kuda, melihat kebenaran hanya dari satu sisi.” Mereka menambahkan sekali lagi, street punk pembenci SID ini sebenarnya berjumlah sangat sedikit dibanding anak-anak punk lain, yang meski tidak setuju dengan pilihan SID masuk major label namun tetap menjaga persaudaraan maupun menikmati konser SID.

SID punya alasan tersendiri kenapa mereka akhirnya masuk major label. Pertama, lebih menghasilkan dibanding indie label. “Selama delapan tahun main di indie, kami tidak pernah menikmati hasilnya. Jadi kalau bisa dapat major label yang tidak membatasi kami dalam bermusik pasti bagus,” kata Bobby. Mereka bercerita ketika masih di indie, membeli senar gitar saja susah. Mereka pakai sandal untuk simbal. Pakai pick gitar dengan tutup bungkus sabun colek.

“Biar hemat, kami harus merebus senar gitar yang habis dipakai supaya senarnya bagus kembali,” tambah Eka. Parahnya lagi, sering sekali mereka mendapat jawaban klise dari distro yang menjual kaset mereka. “Masak kalian tidak percaya, sih, sampai menagih terus pada kami,” adalah jawaban generik yang diberikan tiap kali anak-anak SID menanyakan hasil penjualan album. Setelah masuk major label, mereka kini menikmati hasil bermusiknya. Bisa punya studio sendiri. Undangan manggung juga datang dari mana-mana meski bayaran mereka saat ini antara Rp 40-50 juta.

Mereka menepis tuduhan bahwa mereka melacur. Jika sebagian band mengemis pada major label agar dikontrak, maka tidak demikian dengan SID. Menurut Dethu, mereka tidak pernah menawarkan CD demo pada major label tapi justru sebaliknya, mereka dicari melalui perantara teman. “Kami berikan CD ke Pak Yan Djuhana [bos Sony BMG] . Lalu beberapa bulan kemudian dia telepon kami mengajak rekaman. Tentu saja kami senang. Tapi tawaran ini juga jadi perdebatan kami secara internal apakah diterima atau tidak,” kata Dethu. Ketakutan Jerinx, Bobby, Eka, dan Dethu saat itu karena mereka takut dianggap selling out oleh komunitas punk.

Setelah negosiasi cukup alot, SID lalu sepakat menerima tawaran tersebut dengan sejumlah syarat, seperti komposisi dan lirik yang digunakan. Karena terbiasa menggunakan bahasa Inggris, SID meminta agar semua lagu ditulis dalam bahasa Inggris. Sebaliknya, pihak Sony BMG justru minta semua dalam bahasa Indonesia. Komprominya kemudian adalah materi lagu terdiri dari 70 persen bahasa Inggris, 30 persen bahasa Indonesia. Jadi, dari 14 lagu pada album pertama, empat di antaranya berbahasa Indonesia, 10 menggunakan bahasa Inggris. “Itu bentuk kompromi kami dengan major label. Kami justru belajar membuat lirik bahasa Indonesia setelah kontrak dengan major label. Kalau ada keterlibatan lain Sony BMG dalam pemilihan lagu, lebih pada urutan lagu dalam album. Bagi kami, tidak masalah urutannya. Toh semuanya lagu kami sendiri,” kata Jerinx.

Di bawah salah satu label terbesar di Indonesia, distribusi album pertama SID bersama Sony BMG langsung naik ratusan kali lipat. Kalau zaman indie mereka paling banyak bisa jual 400 keping kaset atau maksimal 1.000 keping, sekarang mereka bisa distribusi album hingga 400.000 copy. Ini alasan kedua kenapa SID mau rekaman di bawah major label. “Buat apa bikin musik bagus kalau tidak didengar orang lain? Seidealis apa pun musisinya, pasti dia ingin didengar,” ujar Jerinx.

sumber: http://rollingstone.co.id/read/2011/03/15/131632/1591998/1101/3-rebels-million-outsiders
Readmore.....