Bobby Kool - Eka Rock – JRX.
Tiga
orang sukses nan ramah yang begitu populer di mata, hati dan telinga
kurang lebih 10.000 outsiders di panggung utama Pekan Raya Jakarta
(16/06).
SID membawa energi.
Keseluruhan paket yang kemudian
pada titik tertentu dapat menawarkan sebuah identitas. Dari mulai
musik, lirik dan fisik. Musik punk rock yang dibawakan mempunyai
karakter kuat dengan dipadu dengan unsur rock n'roll atau dikenal dengan
istilah Rockabilly dan jenis musik ini yang semakin hari semakin
digandrungi oleh band-band Indonesia sekarang ini.
Lirik lagu dari
band asal Bali ini, mempunyai nilai persuasi yang tinggi. Tema-tema
sosial seperti lagu berjudul “outsider” yang dibawakan malam itu. Lagu
yang mengajak sekaligus membuat citra akan sesuatu, yaitu outsiders itu
sendiri. Bahwa jadilah seorang outsiders, seorang yang berani di luar
sistem untuk melakukan pembaharuan.
Kemudian yang menarik adalah
bahwa Superman Is Dead turut mencitrakan Outsiders sebagai fans resmi
band ini. Maka yang terjadi adalah ketika mereka ingin dianggap sebagai
seorang yang berani untuk berada di luar sistem tersebut, menjadi fans
dari band ini adalah cara yang mudah dan menyenangkan.
Tampilan
SID sendiri yang mencerminkan kebebasan berekspresi, dimana malam itu
tersaji si Jerinx dengan memakai kostum setelan formal tapi tanpa lengan
dan bertatoo pula, merupakan daya tarik khususnya bagi anak-anak muda.
Adalah
yang sangat luar biasa tentang bagaimana SID menjalani karier
bermusiknya ini. Band ini sudah menjadi besar dan akan lebih besar lagi
dengan konsep yang dimilki. Baik konsep secara musikalitasnya maupun
konsep mengenai idealismenya.
Celakanya, pada level tertentu, penguatan identitas itu dapat mengakibatkan pelemahan untuk berpikir secara luas.
Keberadaan
sebuah identitas tersebut yang justru dapat menjadi pemicu sentrisme
bahkan sentimentisme. Seperti apa yang terjadi malam itu, sebelum SID
naik ke atas panggung, Pee Wee Gaskin diatas panggung dilempari dan
dicemooh oleh sebagaian besar penonton yang hadir. Alasan kebencian
penonton akan Pee Wee Gaskin pun masih simpang siur. Dari wacana
arogansi sampai dendam pribadi.
Apapun itu, bahwa yang
terjadi di panggung utama PRJ malam itu, nilai sebuah kesolidaritasan
tersaji tepat di depan mata ribuan penonton. Dalam lemparan-lemparan
yang masih berluncuran, ketiga personel SID datang untuk membantu
menenangkan penonton. Penonton yang hampir bisa dikatakan semuanya yang
hadir adalah fans SID (selain dari Jabodetabek ada juga outsiders dari
Jawa Barat dan Cirebon yang hadir). Dan penonton dapat ditenangkan,
benda-benda pun semakin jarang berterbangan dan tampak SID memberi
semangat kepada Pee Wee Gaskin untuk tetap melanjutkan.
Terjebak dalam Identitas
Sekilas,
identitas mempunyai arti yang penting bagi seseorang. Dan seketika kita
mengasosiasikan identitas dalam bentuk kartu pengenal atau sebagainya
maka itulah rumusan paling sederhana mengenai identitas.
Atau kita
bisa lebih memperuncing masalah ini dengan kata eksistensi. Menunjukkan
eksistensi di kalangan muda adalah primadona. Sebuah situasi yang
didambakan ketika eksistensi itu benar-benar diakui.
Tapi sering kali masyarakat terjebak dalam situasi dalam pengertiannya untuk menunjukkan eksistensi.
Apa
yang terjadi di panggung utama Pekan Raya Jakarta dimana saat itu Pee
Wee Gaskin ditimpuki, adalah bukti bahwa pengkultusan identitas itu
sendiri mematikan ruang berpikir bahkan mematikan hati.
Lalu apakah band patut dipersalahkan mengenai pengkultusan identitas tersebut ???
Setiap
band mempunyai cara tersendiri untuk dapat diterima di masyarakat.
Konsep yang ditawarkan SID sebenarnya sangat sederhana. Bahwa mereka
ingin menjalin sebuah sinergi atas dasar refleksi tentang keadaan bangsa
sekarang ini. Dan apa yang tersaji dalam tema-tema lagunya kebanyakan
juga tentang situasi sosial yang secara keseluruhan bersifat
konstruktif. Tidak sekedar marah-marah dan frustasi akan suatu kondisi
tapi juga mereka mengajak masyarakat khususnya anak muda untuk selalu
proaktif dalam berkarya dan melakukan sesuatu untuk menuju ke sesuatu
yang baru dan lebih baik. Ditambah dengan tampilan dan aksi panggung
mereka yang eksplosive, maka masyarakat sebenarnya sudah coba
diagresikan secara gamblang.
Layaknya sajian di meja makan besar
dengan lampu terang. Tidak sampai hanya itu , mereka menyajikannya juga
dengan lantunan musik yang mudah ditangkap telinga.
Yang
terjadi adalah, masyarakat kita masih suka bergosip salah satunya lewat
cekokan televisi melalui sinetron yang memandulkan segenap panca
indera. Itu satu.
Kedua, konvergensi teknologi yang semakin tinggi menyebabkan arus informasi (gosip) tersebut merata tanpa sela.
Ketiga,
kita sebagai masyarakat tentunya mempunyai pemimpin bangsa yang menjadi
suri teladan. Dan apa yang di sauri tauladankan adalah poltik
identitas.
Politik identitas yang mengukuhkan perbedaan identitas
kolektif, seperti etnis, bahasa, agama, bahasa, dan bangsa, mengalami
gelombang pasang. Dan yang keempat, bagaimana tingkat ekonomi rendah
bangsa ini yang sering menjadi bara penyulut agresi.
Bahwa faktor
yang mendasari sebenarnya sangat banyak. Hanya jika kita telaah satu
persatu, khusunya untuk kaum muda yang notabene secara intensitas masih
sangat tinggi dalam mengkonsumsi produk-produk budaya lewat media-media
baik itu cetak maupun elektronik, integrasi identitas menjadi point
krusial dalam hal ini. Bahwa anak-anak muda masih mudah silau dengan
sajian-sajian kultur popular.
Apa yang dilihat itulah kebenaran. Dan kebenaran yang mereka lihat bersifat mutlak tanpa memberi ruang berinteraksi dengan perbedaan.
Kebenaran
dijadikan identitas bahkan atribut. Mereka berjalan mengenakan atribut
tersebut dan memandang sinis kepada setiap orang yang beratribut lain
ketika berpapasan. Maka peran berbagai pihak sangat dibutuhkan. Karena
hal ini tidak serta merta disemprot dan hilang begitu saja.
Maka “stop pembodohan lewat media khususnya televisi”, dan budayakan musik sebagai usaha penyetaraan makna.
Dan
politik identitas yang digembor-gemborkan oleh pemimpin bangsa ini
harus segera dilawan dengan semangat pondasi dasar negara ini sendiri...
dan kita masih punya Pancasila bukan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar