“Superman Is Dead (S.I.D) menginspirasi dan
mengajarkan kami tentang indahnya perbedaan dan untuk menghormati
keberagaman!”, kurang lebih itulah pendapat salah seorang penonton yang
hadir dalam gigs semalam (12/3/09) di salah satu pusat hiburan di
bilangan Jakarta Pusat. Pernyataan secara terbuka yang diucapkan dalam
sebuah panggung “glam” peluncuran album baru S.I.D yang bertajuk Angels
and The outSIDers.
Damm! Saya tersentak dengan pernyataan tersebut.
Pernyataan yang sudah sangat lama saya nanti-nantikan tiba-tiba
terdengar langsung oleh telinga saya. Mungkin banyak orang yang akan
bertanya-tanya, apa istimewanya komentar tersebut? Sehingga harus
membuat tersentak? Bukankah pendapat-pendapat seperti itu sudah biasa
diucapkan? Lalu apa yang menjadi luar biasa?
Pertanyaan dan pernyataan seperti itu seolah-oleh beruntun menerjang
kepala saya, seraya berusaha menjelaskannya. Pendapat seperti itu, tidak
akan menjadi luar biasa apabila disampaikan untuk para pegiat
kemanusiaan atau untuk kelompok-kelompok yang memang aktivitas mereka
ada diwilayah perjuangan pluralisme. Namun tidak demikian apabila ucapan
itu didedikasikan untuk S.I.D.
Dengan latar belakang “glamour”, tampilan ala punker, musik cadas,
dengan segala atribut “gaul” yang disandang oleh kelompok band ini
seolah-olah mereka adalah 3 (tiga) orang “berandal” yang hanya bermusik
dan larut dalam kehidupan glamour. Rambut spiky, rantai bergelantungan
di pinggang, berbusana gaul nan glamour tidaklah cukup menggambarkan
ketepatan dari penyataan diwal tulisan ini. Betapa ketiga pemuda ini
jauh dari kategori kelompak yang peduli dengan keadaan sekitar. Ditambah
lagi tangan yang tiada henti memegang botol minuman beralkohol, semakin
menjauhkan cap pemuda yang mempunyai kepedulian terhadap kehidupan
sosial. Belum lagi bila kita menengok ke belakang atas perjalanan grup
band ini yang sempat dipenuhi dengan tuduhan rasis dan diskriminatif,
menyebabkan S.I.D. sempat terpuruk dalam tuduhan-tuduhan rasis. Tentu
saja keadaan ini kerap membuat roh lagu mereka menjadi hilang dan
terkubur dalam “judge” glamour, rasis, dan anti sosial.
Aktivitas-aktivitas mereka untuk kampanye kemanusiaan, kesetaraan,
pluralisme menjadi sirna begitu saja.
S.I.D dan Kemanusiaan
Sepanjang pengetahuan saya, SID baik sebagai sebuah grup band maupun
individu-individunya adalah salah satu grup Band yang cukup aktif dalam
melakukan kegiatan-kegiatan kemanusiaan, tentunya yang paling sering
adalah melakukan kampanye pluralisme, kemanusiaan dan juga lingkungan.
Tidak sebatas hanya datang dan bermain musik, bahan terlibat langsung
dalam pengadaan kampanye termasuk memobilisasi resource untuk menggelar
kampanye musik. Komitmen mereka atas kemanusiaan, pluralisme, lingkungan
tergambar pula secara kuat dalam lagu-lagu mereka. Dapat dicatat bahwa
hampir dalam setiap album yang dirilis oleh SID terdapat tema-tema lagu
yang mengedepankan persaudaraan, kesetaraan, pluralisme. Kita vs Mereka,
Marah Bumi, Citra O.D bahkan dalam album terbarunya terdapat pesan
untuk menjaga semangat keberagaman yang tercermin dalam lagu “Kuat Kita
Bersinar”. dan dalam setiap mereka penampilannya, tak henti-hentinya
mengingatkan penonton yang ada di depan mereka untuk menghargai setiap
perbedaan. Kadangkala oleh Boby dengan mimik serius bak orator, atau
kadang dengan guyonan “jorok” ala Eka Rock yang mengundang tawa tapi
sarat dengan pesan indahnya keberagaman.
“Akh…itu hal yang biasa kali, namanya juga cari popularitas” begitu
kira-kira pendapat yang muncul bila kita menelaah S.I.D dan sisi
humanismenya. Namun pendapat itu menjadi keliru bila menyimak perjalanan
kreatifitas para personel S.I.D di kala mereka belum terkenal seperti
sekarang. Cukup susah mengatakan bahwa tema lagu mereka tentang
kemanusiaan, kesetaraan dan pluralisme, adalah sebatas lagu panggung.
Sebatas untaian kata yang hanya diteriakan di panggung-panggung lalu
hilang dan lepas tak bermakna di dalam kehidupan mereka di luar
panggung. Atau sangat berat rasanya mengatakan, bahwa pesan-pesan mereka
adalah pesan semu yang hanya untuk gagah-gagahan di atas panggung.
Lekat dalam ingatan saya bagaimana S.I.D termasuk salah satu band
menyisihkan energinya untuk kegiatan-kegiatan jalanan terutama pada
tahun 1998 dimana euforia reformasi sedang masak-masaknya. Aksi massa
dikampus-kampus sedang marak, diskusi informal merebak tiap saat dan
disitulah beberapakali terlibat pula pemuda-pemuda ini. Bergabung dalam
setiap aktivitas, mengeluarkan “merchandise” dalam bentuk stiker-stiker.
Bukan stiker gaul atau stiker yang beraroma dunia glam tapi
“merchandice” yang berbau kampanye gerakan. Tercatat dalam ingatan saya,
berbagai stiker sarkas dengan tulisan; “Sohardto F**k”, atau maaf”
Tutut Titit” yang sesuai kehendak jaman pada saat itu. Mungkin seseuatu
hal yang kecil , tetapi sarat akan makna kepedulian mereka dengan
kondisi sosial.
Ditengah lagu-lagu mereka yang sekilas terkesan mengumbar tema glam,
S.ID adalah salah satu band di Bali yang selalu siap tampil dalam
acara-acara charity untuk kemanusiaan. Mungkin puluhan kali bahkan
lebih, grup band ini terlibat secara aktif dalam pagelaran sosial tanpa
bayaran. Tercatat S.I.D tampil dalam penggalangan dana untuk kemanusiaan
pada saat bencana Tsunami Aceh dan bencana Gempa Jogjakarta. Bukan
hanya sebatas tampil memikan musiknya, tapi juga peran Jerinx (drumer
S.I.D) sebagai pengagas ide terutama dalam Pagelaran Kemanusiaan untuk
bencana gempa Jogjakarta.
Demikian pula dalam hal perjuangan atas pluralisme dan keberagaman,
S.I.D adalah Band yang terlibat pula secara aktif dalam kampanye
penolakan RUU APP dari sejak dikumandangkan tahun 2006 sampai 2008.
tidak melulu aksi panggung tapi pemuda-pemuda ini juga terlibat dalam
aksi-aksi jalanan. Menggarap roadshow musik untuk mengkampanyekan,
betapa berbahanya RUU APP dalam ranah Bhinekka Tunggal Ika. Betapa RUU
APP mengancam sendi-sendi keberagaman dan berujung terancamnya
nilai-nilai dan hakikat kemanusiaan.
Tema lagu kemanusiaan termanifestasikan dalam bentuk praktek-praktek
S.I.D. Nilai universal kemanusiaan, menjadi lakon yang tidak bisa
dinafikan begitu saja dari S.I.D. Kita masih ingat bagaimana agresi USA
terhadap negara Irak? Ditengah kondisi sentimentil yang berkembang atas
dunia Islam, S.I.D justru tampil dan keluar dari sentimentil itu.
Solidaritas kemanusiaan adalah universal dan menembus batas tanpa
memandang warna kulit, jenis kelamin, agama, suku, bangsa. Ini
terwujudkan dalam pagelaran musik bertajuk “Stop War”, sebuah pagelaran
musik untuk menentang agresi USA ke negara-negara Timur Tengah. Apakah
sebatas datang dan tampil dan menyanyi? Oh, tidak! S.I.D hadir dari
menggagas ide, menyiapkan rencana kegiatan, mendesain propaganda dan
mengumpulkan Band-band untuk tampil bahkan sampai teknis acara. Itulah
sekian banyak aktivitas dan praktek-praktek S.I.D yang menunjukan
keselarasan antara tema lagu dengan praktek kehidupan nyata mereka.
Ditangan mereka, dunia “glam” menjadi tidak sebatas hura-hura dan
dentingan sulang gelas dan botol alkohol . Dunia “glam saat ini menjadi
dunia yang sarat dengan upaya penyadaran akan nilai-nilai kemanusiaan,
keberagaman, keseteraan dan perdamaian. Pesan-pesan yang secara
termaktub dalam lagu-lagu mereka, terpropagandakan dalam “oras-orasi
panggung” dan mampu membangunkan kesadaran orang-orang akan arti penting
dari nilai-nilai itu. Minimal di tingkatan penggemar mereka a.k.a
outSIDers. Mampu meretas perebedaan sempit yang selama ini dikonstruksi
oleh negara atas sekat-sekat suku, agama, ras, jenis kelamin, kebangsaan
dll.
Lalu seberapa pentingkah ucapan penonton yang saya sampaikan di awal
tulisan ini? Buat saya pernyataan itu sangat istimewa. Inilah
pertamakalinya saya mendengar “pengakuan” atas aktivitas-aktivitas S.I.D
yang sesungguhnya tidak pernah lepas dari dinamika sosial. Setidaknya
ada satu orang yang tersadarkan atas kampanye dan propaganda lagu S.I.D
selama ini. Bahkan bisa saja mewakili puluhan, ratusan, bahkan ribuan
orang lainnya. Sehingga judge fatalis (rasis, anti sosial) terkubur
seiiring waktu.
Ditengah krisisnya bangsa ini akan penghargaan terhadap nilai-nilai
kemanusiaan, dengan bergelimang manusia-manusia berperilaku primitif dan
berpikiran sempit nan membosankan, S.I.D tampil sebagai oase yang
memberikan secercah harapan. Semestinya orang-orang yang selalu
bertampilan necis, berjas rapi, mengaku orang terhormat merasa malu
karena justru pesan-pesan kemanusiaan, anti diskriminasi, kesetaraan
keluar dari mulut “berandal-berandal” ini.
Semoga tetep konsisten, mari ciptakan dunia baru tanpa diskriminasi.
S.I.D “glam”mu kami tunggu seiiring dengan laju sepeda “lowrider” yang
mengilhami orang untuk mencintai lingkungan.
……Dan kau sahabatku, mari kita bersulang!
Jakarta, 14 Maret 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar